Tradisi Unik Maudu Lompoa di Talakar, Menghiasi Perahu Dengan Warna-warni Kain
Jakarta - Persebaran Agama Islam ke Indonesia memang tak bisa lepas dari para pedagang. Ratusan tahun yang lalu proses akulturasi berlangsung. Budaya Islam dan kearifan lokal bersatu padu menjadi satu kesatuan tradisi.
Salah satunya tradisi unik yang datang dari Desa Cikoang, Kabupaten
Takalar, Sulawesi Selatan. Maudu Lompoa, menjadi perayaan yang memadukan
budaya Islam dan kearifan lokal masyarakat Sulawesi Selatan.
Keunikan tradisi ini berada pada kapal tradisional yang dihias begitu
indah. Kapal-kapal inilah yang menjadi simbol masuknya agama Islam
khususnya di Talakar. Aneka jenis kain berwarna-warni membuat suasana
Maudu Lompoa begitu meriah.
Maudu Lompoa mejadi perayaan besar warga
Talakar untuk memperingati Maulid Nabi Muhammad. Jika sudah ada Maudu
Lompoa, tidak ada perayaan kecil-kecil lain. Seperti namanya Maudu
Lompoa yang berarti Maulid Besar. Ada beberapa perayaan maulid Nabi di Talakar setiap tanggal 12 Rabiul
Awal. Sebagai puncak acaranya ialah Maudu Lompoa. Yang rutin digelar
setiap tanggal 29 Rabiul Awal tahun Hijriah.
Bak sebuah kapal pinisi dengan layarnya yang menjuntai tinggi. Kain
warna-warni ini mempercantik kapal yang sebelumnya terkesan tradisional.
Kapal hias ini dinamakan julung-julung, yang kesehariannya digunakan
oleh warga untuk mencari ikan. Tak hanya kain berwarna, tubuh kapal juga
diwarnai semdemikian rupa mencoloknya.
Kapal-kapal indah ini nantinya akan dilabuhkan di tepian Sungai Cikoang.
Namun sebelumya, kapal harus diarak beramai-ramai sejauh 100 meter
menuju bibir sungai. Di tanah lapang, warga Talakar akan menghias dan
mempersiapkan seluruh muatan ke dalam geladak kapal.
Digambarkan seperti kapal dengan awak dan muatannya saat menyebarkan
agama Islam. Julung-julung diisi dengan hasil bumi dari Talakar.
Dibentuk menyerupai gunungan yang tersusun dari bahan pokok,
buah-buahan, dan telur yang tak ketinggalan diberikan warna yang
mencolok.
Bahkan pakian, celana, lemari plastik, seprei, hingga perlengakapan
mandi seperti pasta gigi dan sabun juga turut dimuat ke dalam
julung-julung. Para perempuan kedapatan meyiapkan persembahan berupa
nasi setengah matang. Nasi akan dimasukkan ke dalam wadah yang terbuat
dari anyaman daun lontar atau biasa disebut Baku Maudu.
Tua, muda, semuanya ikut serta dalam kemeriahan tradisi Maudu Lompoa.
Semua hiasan dan persembahan kemudian dikumpulkan di sebuah tanah
lapang. Yang selanjutnya diisi dengan berbagai prosesi lainnya.
Di sinilah seluruh perserta tradisi Maudu Lompoa berkumpul. Pagelaran
pencak silat membuat keseruan suasana semakin pecah. Para pemuda berduel
unjuk kebolehanya di depan seluruh warga. Warga biasa menyebut silat
dengan Mappenca. Selepas berduel, berpelukan menjadi penutup untuk
memperoleh kedamaian antar pemain.
Di Balla Lompoa atau aula besar ini, rombongan akan mengelilingi
julung-julung. Diiringi dengan tabuhan gendang yang terdengar
bertalu-talu. Selanjutnya muatan kapal yang berisi gunungan makanan
dibagikan ke seluruh warga.
Prosesi utama rangkaian Maudu Lompoa adalah Zikkiri' dan Sura' Rate'.
Yakni pembacaan kisah kelahiran Nabi dan sejarah masuknya Islam di
Cikoang.Tak lupa pembacaaan sholawat yang ditujukan untuk Rasulullah
Muhammad SAW. Bagi warga Talakar, perayaan Maudu Lompoa wajib digelar
tiap tahunnya.
Prayaan Maulid ini bukanlah sekedar ritual tahunan. Makna sosial dari
perayaan ini adalah keterikatan sosial. Begitupula makna merawat alam
untuk kesejahteraan para warga. Perayaan tradisi Maudu Lompoa sudah ada sejak tahun 1621 silam.
Saat itu ulama besar Aceh bernama Sayyid Jalaludin datang ke tanah Talakar untuk menyebarkan agama Islam. Sayyid juga dipercaya sebagai keturunan Nabi yang menetap dan di Cikoang. Dari zaman Sayyid hingga sekarang, perayaan Maulid terus dilakukan. Yang akhirnya menjadikan Desa Cikoang dikenal sebagai 'Kampung Maulid'.
Komentar
Posting Komentar